"Sebenarnya, boleh atau tidak menyimpan obat cair dan tablet di dalam lemari es? Apakah tindakan ini bisa membuat masa kedaluwarsa obat jadi lebih lama? Khusus obat cair, apakah masih boleh dikonsumsi bila dasarnya mengendap meski masa kedaluwarsanya masih lama?" (Rina Divasasri, via e-mail)
Menurut dr Alyya Siddiqa, SpFK, dokter spesialis farmakologi klinis dan dosen di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, tempat penyimpanan obat sebaiknya tertutup, tidak lembab, dan tidak langsung terpapar sinar matahari. Obat cair pada umumnya dapat disimpan dalam suhu kamar, tetapi ada juga yang menyarankan untuk disimpan dalam lemari es.
Cara penyimpanan obat biasanya dicantumkan pada kemasan.
Contohnya obat antibiotik sirup, disarankan untuk disimpan di dalam lemari es karena masa kedaluwarsanya cukup singkat. Namun, sebelum diminum, botol mesti dikocok dulu supaya cairannya larut semua. Adapun untuk obat antibiotik kering, masa pemakaiannya cukup singkat. Kurang lebih tujuh hari apabila disimpan dalam lemari es.
Untuk obat berbentuk tablet tak perlu disimpan dalam lemari es karena tak memengaruhi masa kedaluwarsanya. Obat cair sebaiknya tak dikonsumsi lagi apabila sudah ada pengendapan meski kedaluwarsanya masih lama. Perbedaan pengendapan yang wajar dan rusak adalah obat yang rusak akan berubah warna, berbau, dan rasanya sudah tidak enak.
Sementara itu, mengonsumsi minuman keras murah yang merupakan hasil oplosan alkohol dengan obat-obatan atau zat kimia kini jamak dilakukan remaja berkantong cekak. Dengan modal sedikit, mereka berharap bisa 'teler' dan sejenak meninggalkan masalahnya. Sayangnya, nyawa menjadi taruhannya.
Salah satu jenis obat yang sering disalahgunakan adalah Dextromethorphan (DMP) salah satu bahan aktif dalam obat anti batuk. Di pasaran, obat ini tersedia dalam bentuk sirup dan pil yang dikenal dengan nama pil dekstro.
Di Amerika, pil dekstro ini kerap disalahgunakan oleh para ABG di sana. Di tanah air, beberapa remaja juga tewas setelah menenggak minuman keras (miras) yang dicampur pil dekstro.
Menurut dr.Ari Fahrial Syam, Sp.PD ahli penyakit dalam dari FKUI RSCM , pil dekstro bekerja sebagai obat anti batuk yang bekerja sentral pada pusat batuk di otak dengan menaikkan rangsang batuk di otak. Dosis yang dianjurkan tidak lebih dari 15-30 mg. Dalam dosis tinggi, lebih dari 100 mg akan timbul efek samping.
"Pada dosis diatas 200 mg akan timbul euphoria dan halusinasi. Pada kondisi orang yang mengkonsumsi DMP akan merasakan happy dan lupa akan masalah yang sedang dialaminya," kata dr.Ari, dari Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RSCM ini.
Ia menambahkan, efek samping yang lebih berat akan muncul jika pil dekstro dikombinasi dengan obat-obat stimulan yang mengandung kafein, terutama dalam bentuk minuman yang dijual bebas sebagai minuman suplemen atau minuman energi serta alkohol.
"Efek lain yang sering muncul adalah melayang, pandangan kabur, mabuk, jantung berdebar-debar, sesak napas dan muntah. Pasien bisa tidak sadar, kejang, bahkan meninggal," paparnya
Menurut dr Alyya Siddiqa, SpFK, dokter spesialis farmakologi klinis dan dosen di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, tempat penyimpanan obat sebaiknya tertutup, tidak lembab, dan tidak langsung terpapar sinar matahari. Obat cair pada umumnya dapat disimpan dalam suhu kamar, tetapi ada juga yang menyarankan untuk disimpan dalam lemari es.
Cara penyimpanan obat biasanya dicantumkan pada kemasan.
Contohnya obat antibiotik sirup, disarankan untuk disimpan di dalam lemari es karena masa kedaluwarsanya cukup singkat. Namun, sebelum diminum, botol mesti dikocok dulu supaya cairannya larut semua. Adapun untuk obat antibiotik kering, masa pemakaiannya cukup singkat. Kurang lebih tujuh hari apabila disimpan dalam lemari es.
Untuk obat berbentuk tablet tak perlu disimpan dalam lemari es karena tak memengaruhi masa kedaluwarsanya. Obat cair sebaiknya tak dikonsumsi lagi apabila sudah ada pengendapan meski kedaluwarsanya masih lama. Perbedaan pengendapan yang wajar dan rusak adalah obat yang rusak akan berubah warna, berbau, dan rasanya sudah tidak enak.
Sementara itu, mengonsumsi minuman keras murah yang merupakan hasil oplosan alkohol dengan obat-obatan atau zat kimia kini jamak dilakukan remaja berkantong cekak. Dengan modal sedikit, mereka berharap bisa 'teler' dan sejenak meninggalkan masalahnya. Sayangnya, nyawa menjadi taruhannya.
Salah satu jenis obat yang sering disalahgunakan adalah Dextromethorphan (DMP) salah satu bahan aktif dalam obat anti batuk. Di pasaran, obat ini tersedia dalam bentuk sirup dan pil yang dikenal dengan nama pil dekstro.
Di Amerika, pil dekstro ini kerap disalahgunakan oleh para ABG di sana. Di tanah air, beberapa remaja juga tewas setelah menenggak minuman keras (miras) yang dicampur pil dekstro.
Menurut dr.Ari Fahrial Syam, Sp.PD ahli penyakit dalam dari FKUI RSCM , pil dekstro bekerja sebagai obat anti batuk yang bekerja sentral pada pusat batuk di otak dengan menaikkan rangsang batuk di otak. Dosis yang dianjurkan tidak lebih dari 15-30 mg. Dalam dosis tinggi, lebih dari 100 mg akan timbul efek samping.
"Pada dosis diatas 200 mg akan timbul euphoria dan halusinasi. Pada kondisi orang yang mengkonsumsi DMP akan merasakan happy dan lupa akan masalah yang sedang dialaminya," kata dr.Ari, dari Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RSCM ini.
Ia menambahkan, efek samping yang lebih berat akan muncul jika pil dekstro dikombinasi dengan obat-obat stimulan yang mengandung kafein, terutama dalam bentuk minuman yang dijual bebas sebagai minuman suplemen atau minuman energi serta alkohol.
"Efek lain yang sering muncul adalah melayang, pandangan kabur, mabuk, jantung berdebar-debar, sesak napas dan muntah. Pasien bisa tidak sadar, kejang, bahkan meninggal," paparnya
2 komentar:
index Chloe Dolabuy allez sur mon site meilleures répliques de sacs de créateurs mon entreprise sacs de répliques AAA
o4p87z5k24 k6v75n9i98 l1c57y9m82 v0k65y7p16 x1l20z1i11 e3z19m4q51
Posting Komentar