Banyak tanaman asal Cina yang bisa dimanfaatkan untuk pengobatan. Salah satunya chai hu. Tanaman sepanjang musim dengan batang ramping ini dikenal berkhasiat mengatasi nyeri, demam, tifus, dan meredakan depresi.
Robert (50) pernah didiagnosis menderita tifus beberapa waktu lalu. Ia merasa lemas, mukanya pucat, perutnya terasa nyeri bila ditekan. Ia juga kerap panas-dingin. Berdasar hasil laboratorium,
ia dinyatakan positif Salmonella typhus dan Para typhus. Ia kemudian berobat ke Dr. Lee Yi Hui, dokter yang berpraktik pengobatan tradisional Cina. Dr. Lee meresepkan herbal chai hu kepada Robert selama 1 minggu.
Setelah mengonsumsi ramuan chai hu, Robert tak lagi mengalami panas-dingin. Rasa nyeri di perutnya pun jauh berkurang. Namun, Robert terus mengonsumsi ramuan chai hu hingga 1 bulan, sesuai anjuran Dr. Lee. Kini ia sudah dinyatakan bebas dari gangguan tifus.
Liu Sui Khiau (46) juga mengalami kejadian serupa. Ia didera sakit kepala menahun, nyeri perut, pegal di seluruh badan, panas-dingin bergantian. Badannya pun terasa lemas. Seperti halnya Robert, Liu didiagnosis dokter menderita tifus. Liu mengaku sudah 3 kali mengalami gangguan seperti itu.
Menurutnya, tifus yang dialaminya cukup parah. Lewat Dr. Lee pula, Liu mendapat penanganan secara TCM dengan akupuntur dan ramuan chai hu selama 2 bulan. Beruntung, gangguan sakitnya sirna, tubuhnya jauh bertenaga dan bebas nyeri di perut.
Lainnya Ibu Lim (50), iga kiri dan kanannya sering ngilu dan nyeri. Rasa nyeri mulai dari depan merambat ke samping dada, hingga ke belakang punggung. Nyerinya memang hanya berlangsung 1 menit, tetapi selalu berpindah tempat. Emosinya juga tak stabil, ia kerap kesal, marah-marah sendiri, dan stres yang menjurus depresi.
Diagnosis TCM mengatakan chi (energi vital) levernya terhambat. Menurut Dr. Lee, kondisi yang dialami Ibu Lim bisa juga disebabkan efek menopause yang dialaminya. Lagi-lagi dengan ramuan chai hu, rasa nyeri dan stres berkepanjangan sirna. Ibu Lim pun kini lebih bisa menghadapi persoalan hidup dengan lapang dada.
Telinga Kelinci
Chai hu, kata Dr. Lee, adalah tanaman sepanjang musim dengan batang ramping, fleksibel, berdaun kuning kecil, dan akar bercabang. Tanaman bernama Latin Bupleurum chinense ini banyak terdapat di Provinsi He Bei, Gan Shu, Liao Ning, He Nan, di daratan Cina Utara.
Menurut Daniel Reid, dalam bukunya A Handbook of Chinese Healing Herbs, di Cina, tunas mudanya sering dikonsumsi sebagai makanan. Bila sudah tua dan kering, tanaman yang di Indonesia dikenal sebagai telinga kelinci ini, digunakan sebagai kayu bakar. Chai sendiri berarti kayu bakar dalam bahasa Cina.
Untuk pengobatan, bagian yang dipakai adalah akar yang berwarna merah muda. Rasanya pahit dan mengandung furfurol dan bupleurumol. Dalam pengobatan tradisional Cina, energinya bersifat netral, bekerja pada meridian lever dan kandung empedu.
Menurut Dr. Lee, chai hu berfungsi menurunkan panas dan melancarkan chi, terutama chi lever. Juga berkhasiat meningkatkan dan mengarahkan chi ke atas permukaan tubuh dan mencegah penurunan organ, seperti hernia, lambung, atau rahim.
Daniel menyebutkan bahwa chai hu mempunyai efek antipiretik, analgesik, memperkuat respon kekebalan atau dalam TCM disebut menenangkan energi hati, dan menurunkan panas internal. Baik Dr. Lee maupun Daniel mengatakan bahwa chai hu baik digunakan untuk penyakit yang bersifat panas dan dingin, seperti influenza dan demam.
“TCM percaya bahwa patogen penyebab penyakit masuk ke tubuh. Bila penyebab penyakit masih di luar dan tubuh berkeringat, penyakit bisa sembuh. Bila tidak diobati, patogen dapat masuk ke dalam dan mengakibatkan demam. Jika patogen terletak di tengah-tengah, antara dalam dan luar, sensasi yang terjadi adalah panas dan dingin bergantian. Biasanya berupa demam malaria atau tifus,” papar dokter lulusan Universitas Beijing, Cina ini.
Ditambahkan Dr. Lee, gejala penyakit ini yakni panas dingin bergantian, sore hari mulai demam, dada sesak, perut terasa penuh, mulut pahit, tenggorokan kering. Pada kasus malaria, bisa terjadi kejang.
Sindrom Chi Lever
Meski herbal chai hu lebih dominan, pada kasus malaria dan tifus, Dr. Lee biasa memadukan dengan herbal lain seperti huang qin, ginseng, kurma cina, dan jahe.
“Dalam waktu 1 bulan, pasien malaria dan tifus biasanya akan mengalami kesembuhan, tidak merasakan nyeri perut lagi,” katanya. Chai hu baik juga untuk sindrom chi lever terhambat. Pada kasus gangguan menstruasi tidak teratur, nyeri iga (nyeri saraf antariga yang biasanya diakibatkan stres), Dr. Lee biasa meresepkan chai hu dengan shu gan san, sesuai isi Kitab Diskusi Pilek asal Cina.
Selain itu, chai hu juga digunakan untuk sindrom chi lemah yang turun ke bawah, seperti penyakit diare kronis dan usus, lambung, atau rahim turun. Untuk kasus ini, chai hu dicampur ginseng, huang qi, dan sheng ma. Ramuan ini sebagai tonik bagi chi limpa agar gangguan penyakit dapat diatasi.
Dosis chai hu secara tunggal adalah 3-10 gr. Herbal direbus dengan 3 gelas air hingga menjadi 1 gelas. Ramuan sebaiknya diminum 2 kali, masing-masing 1 gelas.
Dr. Lee mengingatkan kontraindikasi herbal ini bagi penderita sindrom yin lemah karena dapat menyebabkan lever yang naik ke atas, semisal gangguan darah tinggi dan stroke.
Robert (50) pernah didiagnosis menderita tifus beberapa waktu lalu. Ia merasa lemas, mukanya pucat, perutnya terasa nyeri bila ditekan. Ia juga kerap panas-dingin. Berdasar hasil laboratorium,
ia dinyatakan positif Salmonella typhus dan Para typhus. Ia kemudian berobat ke Dr. Lee Yi Hui, dokter yang berpraktik pengobatan tradisional Cina. Dr. Lee meresepkan herbal chai hu kepada Robert selama 1 minggu.
Setelah mengonsumsi ramuan chai hu, Robert tak lagi mengalami panas-dingin. Rasa nyeri di perutnya pun jauh berkurang. Namun, Robert terus mengonsumsi ramuan chai hu hingga 1 bulan, sesuai anjuran Dr. Lee. Kini ia sudah dinyatakan bebas dari gangguan tifus.
Liu Sui Khiau (46) juga mengalami kejadian serupa. Ia didera sakit kepala menahun, nyeri perut, pegal di seluruh badan, panas-dingin bergantian. Badannya pun terasa lemas. Seperti halnya Robert, Liu didiagnosis dokter menderita tifus. Liu mengaku sudah 3 kali mengalami gangguan seperti itu.
Menurutnya, tifus yang dialaminya cukup parah. Lewat Dr. Lee pula, Liu mendapat penanganan secara TCM dengan akupuntur dan ramuan chai hu selama 2 bulan. Beruntung, gangguan sakitnya sirna, tubuhnya jauh bertenaga dan bebas nyeri di perut.
Lainnya Ibu Lim (50), iga kiri dan kanannya sering ngilu dan nyeri. Rasa nyeri mulai dari depan merambat ke samping dada, hingga ke belakang punggung. Nyerinya memang hanya berlangsung 1 menit, tetapi selalu berpindah tempat. Emosinya juga tak stabil, ia kerap kesal, marah-marah sendiri, dan stres yang menjurus depresi.
Diagnosis TCM mengatakan chi (energi vital) levernya terhambat. Menurut Dr. Lee, kondisi yang dialami Ibu Lim bisa juga disebabkan efek menopause yang dialaminya. Lagi-lagi dengan ramuan chai hu, rasa nyeri dan stres berkepanjangan sirna. Ibu Lim pun kini lebih bisa menghadapi persoalan hidup dengan lapang dada.
Telinga Kelinci
Chai hu, kata Dr. Lee, adalah tanaman sepanjang musim dengan batang ramping, fleksibel, berdaun kuning kecil, dan akar bercabang. Tanaman bernama Latin Bupleurum chinense ini banyak terdapat di Provinsi He Bei, Gan Shu, Liao Ning, He Nan, di daratan Cina Utara.
Menurut Daniel Reid, dalam bukunya A Handbook of Chinese Healing Herbs, di Cina, tunas mudanya sering dikonsumsi sebagai makanan. Bila sudah tua dan kering, tanaman yang di Indonesia dikenal sebagai telinga kelinci ini, digunakan sebagai kayu bakar. Chai sendiri berarti kayu bakar dalam bahasa Cina.
Untuk pengobatan, bagian yang dipakai adalah akar yang berwarna merah muda. Rasanya pahit dan mengandung furfurol dan bupleurumol. Dalam pengobatan tradisional Cina, energinya bersifat netral, bekerja pada meridian lever dan kandung empedu.
Menurut Dr. Lee, chai hu berfungsi menurunkan panas dan melancarkan chi, terutama chi lever. Juga berkhasiat meningkatkan dan mengarahkan chi ke atas permukaan tubuh dan mencegah penurunan organ, seperti hernia, lambung, atau rahim.
Daniel menyebutkan bahwa chai hu mempunyai efek antipiretik, analgesik, memperkuat respon kekebalan atau dalam TCM disebut menenangkan energi hati, dan menurunkan panas internal. Baik Dr. Lee maupun Daniel mengatakan bahwa chai hu baik digunakan untuk penyakit yang bersifat panas dan dingin, seperti influenza dan demam.
“TCM percaya bahwa patogen penyebab penyakit masuk ke tubuh. Bila penyebab penyakit masih di luar dan tubuh berkeringat, penyakit bisa sembuh. Bila tidak diobati, patogen dapat masuk ke dalam dan mengakibatkan demam. Jika patogen terletak di tengah-tengah, antara dalam dan luar, sensasi yang terjadi adalah panas dan dingin bergantian. Biasanya berupa demam malaria atau tifus,” papar dokter lulusan Universitas Beijing, Cina ini.
Ditambahkan Dr. Lee, gejala penyakit ini yakni panas dingin bergantian, sore hari mulai demam, dada sesak, perut terasa penuh, mulut pahit, tenggorokan kering. Pada kasus malaria, bisa terjadi kejang.
Sindrom Chi Lever
Meski herbal chai hu lebih dominan, pada kasus malaria dan tifus, Dr. Lee biasa memadukan dengan herbal lain seperti huang qin, ginseng, kurma cina, dan jahe.
“Dalam waktu 1 bulan, pasien malaria dan tifus biasanya akan mengalami kesembuhan, tidak merasakan nyeri perut lagi,” katanya. Chai hu baik juga untuk sindrom chi lever terhambat. Pada kasus gangguan menstruasi tidak teratur, nyeri iga (nyeri saraf antariga yang biasanya diakibatkan stres), Dr. Lee biasa meresepkan chai hu dengan shu gan san, sesuai isi Kitab Diskusi Pilek asal Cina.
Selain itu, chai hu juga digunakan untuk sindrom chi lemah yang turun ke bawah, seperti penyakit diare kronis dan usus, lambung, atau rahim turun. Untuk kasus ini, chai hu dicampur ginseng, huang qi, dan sheng ma. Ramuan ini sebagai tonik bagi chi limpa agar gangguan penyakit dapat diatasi.
Dosis chai hu secara tunggal adalah 3-10 gr. Herbal direbus dengan 3 gelas air hingga menjadi 1 gelas. Ramuan sebaiknya diminum 2 kali, masing-masing 1 gelas.
Dr. Lee mengingatkan kontraindikasi herbal ini bagi penderita sindrom yin lemah karena dapat menyebabkan lever yang naik ke atas, semisal gangguan darah tinggi dan stroke.
0 komentar:
Posting Komentar