Rabu, 26 Januari 2011

Tes Buta Warna, Kenal Gejalanya Sejak Dini Hindari Resiko Fatal

Tidak mengetahui warna dan sulit membedakannya, memang dua hal yang berbeda. Dua kelainan tersebut dikatakan buta warna yakni sulit membedakan warna asli objek yang dilihat.

Hidup tentu saja semakin sempurna jika anak-anak yang dilahirkan juga memiliki kesempurnaan, baik fisik atau mental. Namun, ternyata saat memasuki usia tiga dan empat tahun, anak belum bisa menyebutkan warna yang diperlihatkan padanya bisa jadi pertanda buruk. Karena umumnya pada usia tersebut, anak normal akan mampu menyebutkan lima hingga sepuluh warna yang ditunjukkan dan mampu menghafalkannya. Jika anak Anda tidak bisa membedakan warna terhadap objek yang dilihat, maka perlu diwaspadai. Bisa jadi, anak mengalami kesulitan mengenal warna atau disebut pula dengan buta warna. Pada umumnya, saat anak berusia tiga dan empat tahun, kemampuan mengenali warna secara verbal semakin meningkat. Jika anak berusia empat tahun masih mengalami kesulitan mengenali beberapa warna tertentu atau secara konsisten menggunakan warna yang salah, misalnya menyebut crayon hijau dengan cokelat, maka kemungkinan anak mengalami buta warna.

Menurut dr Wardiman SpM dari RS Mitra Keluarga Jakarta, buta warna adalah ketidakmampuan melihat warna-warna tertentu. Sementara, penglihatan normal memiliki tiga subsistem, yaitu pembeda terang-gelap, kuning-biru, serta merah-hijau. Buta warna terjadi karena kekurangan pada satu atau dua sistem tersebut.

Selain itu, buta warna juga diakibatkan karena adanya kerusakan atau kelainan pada sel kerucut yang terdapat pada retina sentral. Penyebab lain karena retina mata memiliki sel-sel berbentuk batang. Sel-sel kerucut sendiri terdiri dari tiga macam, yakni sel kerucut untuk warna merah, warna biru, dan warna hijau. Jika salah satu terganggu, maka proses membedakan warna akan ikut terganggu.

Buta warna, menurut Wardiman, dapat bersifat kongenital (diturunkan) dan buta warna acquired (yang didapat). Namun, sebagian besar terjadi secara kongenital. Buta warna kongenital paling banyak terjadi karena kelainan gen yang terangkai dengan kromosom X. Itulah yang kemudian membuat buta warna banyak diderita kaum pria dibandingkan wanita.

Adapun untuk jenis, buta warna dibedakan berdasarkan tipe kerucut yang dimiliki dichromat (buta warna sebagian) memiliki 2 dari 3 kerucut warna, manochromat (buta warna total) hanya memiliki 1 kerucut warna. Gangguan pada sel-sel kerucut tersebut bisa terjadi sebagian, bisa juga keseluruhan. Pada kasus dichromat yang umum terjadi, buta warna merah-hijau dengan sistem biru-kuning dan terang-gelap masih berfungsi.

"Ada juga kasus buta warna kuning-biru, yang hanya bisa membedakan warna merah- hijau. Namun, jika sel-sel kerucut sama sekali tidak berfungsi, maka penderita buta warna benar-benar tidak tahu warna-warna yang dilihatnya. Penderita manochromat hanya bisa melihat hitam, putih, dan abu-abu," sebutnya.

Pakar kesehatan anak (pediatrik) dari Alfred I duPont Hospital for Children Wilmington, Delaware-AS, Neil Izenberg MD dan Steven Downsend MD, mengatakan orang dikatakan memiliki gejala buta warna bila dia tidak bisa melihat gambar atau angka yang dibuat dari titik-titik berwarna.

Para dokter mata biasa menguji mereka yang diduga buta warna dengan menunjukkan sebuah gambar yang terbuat dari sekumpulan titik-titik berwarna. "Untuk beberapa orang yang punya indikasi buta warna, warna-warna merah, oranye, kuning dan hijau dianggap sebagai warna yang sama," sebut Izenberg.

Alangkah baiknya jika orangtua dapat mendeteksi kelainan buta warna pada anak sejak dini. Dengan mengetahui sejak dini, orangtua bisa menuntun arah masa depan anak.

Yang perlu diluruskan, penderita buta warna bukan tidak bisa mengenali satu warna tertentu, tetapi ia tak bisa mengenali kombinasi atau campuran warna. Ia bisa saja tahu warna-warna dasar, seperti kuning, merah, dan biru, serta warna-warna sekunder, seperti hijau, jingga, dan ungu. Namun, ketika warna-warna itu dikombinasikan lagi dengan warna lainnya, ia tidak mampu mengenali atau bingung menentukan, apakah itu hijau tua atau biru, dan sebagainya.

Ada beberapa penyebab buta warna. Pertama adalah keturunan, yang kedua karena didapat. Buta warna bawaan disebabkan adanya mutasi dalam kromosom X yang diturunkan ayah atau ibu. Kasus buta warna lebih banyak terjadi pada laki-laki. Mengapa? Karena laki-laki yang terbentuk dari kromosom XY hanya mempunyai satu kromosom X. Dengan demikian, jika kromosom X-nya terganggu atau rusak, maka dia berpotensi lebih besar mengalami buta warna.

Sementara itu, perempuan yang terbentuk dari kromosom XX, jika salah satu kromosom X-nya mengalami gangguan, masih ada satu kromosom X lagi sehingga ia hanya menjadi pembawa sifat (carrier) buta warna.

Penyebab lain buta warna adalah karena didapat. Hal ini biasanya terjadi ketika anak mengalami kerusakan retina atau cedera (trauma) pada otak yang menyebabkan pembengkakan di lobus occipital. Kerusakan akibat paparan sinar ultraviolet karena tidak menggunakan pelindung mata secara benar juga bisa menyebabkan buta warna.

Menurut dr Amyta Miranty, Sp M, Presiden Direktur RS Mata Aini, Jakarta, orangtua perlu waspada dan segera memeriksakan anaknya bila tidak bisa membedakan warna atau salah menyebutkan warna meski sudah sering diajarkan. Perhatikan juga riwayat keluarga, apakah ada anggota keluarga yang mengalami buta warna.

Orangtua bisa melakukan pemeriksaan buta warna sendiri di rumah. Caranya, campurkan benang wol beraneka warna. Kemudian, minta anak mengambil benang warna tertentu. Jika ia tampak bingung, maka sekecil apa pun kecurigaan, tak ada salahnya untuk dikonsultasikan pada dokter mata.

Untuk memastikan kasus buta warna, dokter mata umumnya akan melakukan tes hara dengan buku berisi kombinasi berbagai warna. Biasanya juga akan dilakukan tes penunjang, seperti pemeriksaan organ mata, dan sebagainya. Kerusakan itu secara umum tak hanya terkait dengan keluhan buta warna, tetapi juga pada hal lain, semisal ketajaman penglihatan, luas pandang, dan sebagainya.

Yang perlu disadari, anak penderita buta warna tidak mengalami hambatan secara fisik dan kesehatan. Anak tetap dapat hidup, beraktivitas, bersekolah, berkarier, dan sebagainya. Orangtua bisa mengarahkan anak pada bidang-bidang profesi yang tidak membutuhkan keahlian warna secara dominan.

0 komentar:

 
Design by Wordpress Theme | Bloggerized by Free Blogger Templates | coupon codes